Contoh Kasus tentang sengketa yang berhubungan dengan
masalah perekonomian dengan metode Litigasi
Perbankan merupakan
bisnis kepercayaan. Integritas penyelenggara menjadi nilai jual paling unggul
bagi perbankan untuk dapat mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali. Dalam perjalanannya, industri perbankan diwarnai dengan konsep
syariah. Secara awam, masyarakat berasumsi dapat mengisi penuh pundi-pundi
mereka dengan tangan kiri sekaligus menggenggam kunci surga dengan tangan
kanan. Walhasil, animo masyarakat terhadap konsep ini membludak.
Patut diperhatikan,
prestasi perekonomian syariah cukup membanggakan. Salah satu indikatornya
adalah tingkat konflik yang relatif kecil. Dalam titik ini, konsep syariah
patut diacungi jempol. Hanya sayang, polemik gadai emas syariah yang menimpa
nasabah BRI seakan menghapus catatan baik perbankan syariah. Cap “syariah”
semacam tidak cukup untuk membuktikan bahwa industri perbankan yang diawali
dengan niat baik ini tidak menyimpang.
Penjualan paksa oleh
Bank BRI terhadap emas nasabah berujung pada kerugian nasabah. Seolah tidak ada
pintu dialog yang terbuka setelah beleid dikeluarkan oleh Bank
Indonesia. Kasus ini seakan mengukuhkan pendapat kontra yang menganggap bahwa
“jeroan” bank syariah tidak ada beda dengan bank konvensional. Sungguh
memalukan.
Kasus “Gadai Emas BRI”
ini merupakan murni kasus perdata. Hukum perdata memliki keunikan yaitu
individu memegang peranan penting untuk mempertahankan atau tidak haknya,
sepenuhnya tergantung dari kehendaknya sendiri (Scholten, 1993:34). Dalam hal
ini jalur penyelesaian yang dapat ditempuh tidak semata litigasi tetapi juga
non-litigasi.
Jalur litigasi mungkin
nampak menarik dengan janji-janji manis pengacara untuk mememangkan hak
kliennya. Romantika persidangan yang diwarnai perdebatan sengit para pihak.
Proses pembuktian yang rumit dan mendebarkan mungkin dapat memadamkan rasa
marah dan kecewa nasabah yang dirugikan. Namun apakah itu yang terbaik?
Contoh Kasus
Masalah Gadai Emas, BI akan panggil BRI Syariah
Bank Indonesia
berencana akan memanggil Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dan seniman Butet
Kertaradjasa terkait masalah skema gadai emas. Direktur Direktorat Perbankan
Syariah Bank Indonesia Edy Setiadi mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut BI
akan mendengarkan penjelasan BRIS terkait kesalahpahaman yang terjadi.
“Bank Indonesia, dalam
waktu dekat akan memanggil BRIS untuk memberikan penjelasan mengenai
permasalahan kesalahpahaman antara BRIS dan nasabahnya,” kata Edy kepada VIVA
news di Jakarta, Sabtu 15 September 2012. Sementara, untuk melakukan
proses mediasi, Edy menambahkan, BI masih mempelajari permasalahan lebih
lanjut. “BI akan mempelajari permasalahan tersebut terlebih dahulu sebelum
melakukan tindak lanjutnya,” ujarnya.
Seperti diberitakan
sebelumnya, Gadai Emas, produk gadai di bank syariah, yang sempat
dipermasalahkan Bank Indonesia, akhirnya menuai kasus. Seniman Butet Kartared
jasa mengadukan produk gadai syariah Bank Rakyat Indonesia Syariah karena
dianggap merugikan nasabah.
Butet menjadi nasabah
gadai emas BRI Syariah di Yogyakarta pada Agustus 2011. Ia menggadaikan
emasnya, dengan modal 10 persen dari keseluruhan harga emas, BRI Syariah
memberikan pembiayaan sebesar 90 persen. Butet mencicil sejumlah uang yang
dipersyaratkan.
Ketika jatuh tempo
pada Desember 2011, nasabah diberikan opsi ketika harga emas turun nasabah
diminta menanggung penurunan harga dari harga emas semula. Butet menolak opsi
tersebut.
BRI Syariah juga
memberikan opsi memperpanjang masa jatuh tempo sebanyak dua kali, namun
kerugian penurunan harga tetap harus ditanggung Butet. BRI juga meminta emas
yang dimiliki Butet dijual.
“Saya minta skema
diperpanjang dalam tiga tahun, karena ketika harga emas naik silahkan dijual,
jadi win-win solution,” ujar Butet.
BRI Syariah akhirnya
menjual kepemilikan emas Butet dengan alasan hal itu sudah tercantum dalam
perjanjian. Karena merasa menjadi korban, ia akan mengajukan class action.
Penyelesaiannya:
Metode berkebun emas
ini memang membutuhkan modal untuk membeli logam mulia pertama dan menyiapkan
uang tunai untuk menutup selisih kekurangan harga pembelian logam mulia kedua
hingga kelima. Sebagai ilustrasi, Anda membeli logam mulia seberat 10 gram yang
langsung digadaikan. Jika uang gadai yang diberikan bank syariah sebesar 85%,
dana yang diperoleh setara dengan 8.5 gram. Oleh sebab itu, ketika akan membeli
logam mulia 10 gram kedua, perlu dana tambahan setara dengan logam mulia
seberat 1.5 gram ditambah biaya penyimpanan logam mulia di bank syariah.
Demikian seterusnya, hingga mencapai logam mulia yang dikehendaki. Setelah
mencapai logam mulia terakhir, misalnya kelima, Anda sebaiknya menjual logam
mulia tersebut. Tentunya ketika harga logam mulia sudah meningkat minimal 30%.
Mengapa 30% ? kenaikan 30% ini diperlukan agar hasil penjualan dapat menutup
biaya biaya gadai empat keeping logam mulia yang ada di bank syariah dan hasil
penjulan logam mulia terakhir inilah yang dipergunakan untuk menebus empat
keping logam mulia di bank syariah, saat inilah biasa disebut masa panen emas.
Kenaikan harga emas
yang konsisten disebabkan oleh dua hal, pertama, konsumsi penduduk Indonesia
terhadap logam mulia ada di peringkat 14 dunia (China ada diperingkat ke satu
dan India ada di peringkat ke dua). Kedua, Indonesia adalah penghasil emas
ketujuh terbesar didunia, jika permintaan emas terus bertambah, maka harga emas
akan terus meningkat.
Jalur non-litigasi
atau biasa disebut Alternative Dispute Settlement (ADS) menjadi opsi
alternatif untuk penyelesaian sengketa yang sedang terjadi dalam masalah Gadai
Emas. Oleh para sarjana, metode ini dianggap paling efektif untuk menyelesaikan
sengketa bisnis karena biayanya relatif lebih murah daripada menggunakan jalur
litigasi. Di Indonesia konsep alternatif penyelesaian sengketa sudah semakin
familiar dengan UU No. 30 tahun 1999.
Spesifik untuk masalah
perbankan, metode-metode jalan tengah sudah dimulai dengan terbitnya Peraturan
BI No. 7/7/PBI/2005. Kemudian berubah dengan No. 8/5/PBI/2006, dan kini telah
disempurnakan dengan Peraturan No. 10/1/PBI/2008. Intinya, dibuka kesempatan
mediasi antara Bank dengan Nasabah dimana Bank Indonesia memfasilitasi mediasi
ini.
Penelitian yang
dilakukan oleh seorang dosen fakultas hukum UGM menunjukkan bahwa mediasi
perbankan oleh Bank Indonesia cukup efektif. Untuk kurun waktu 2006 saja ada
85% kasus yang berhasil di mediasi dan meningkat pada 2007 menjadi 87%
(Herliana, 2010:42). Ini menunjukkan bahwa penyelesaian tidak terus-menerus
harus menggunakan litigasi.
Sangat disayangkan
apabila polemik gadai emas ini merembet ke ranah hukum dan terpaksa harus
diselesaikan di pengadilan. Tidak hanya akan mencoreng konsep syariah sebagai
alternatif perekonomian, juga antipati masyarakat akan bertambah terhadap
kegiatan perbankan. Tentu pengalaman pahit pada tahun 1998 –
tatkala rush terjadi dan menyebabkan collapse industri perbankan
tanah air – tidak ingin di ulangi. Caranya hanya satu yakni dengan tetap
menjaga kepercayaan nasabah. Untuk itu, mediasi adalah pilihan terbaik.
Namun satu hal,
pelaksanaan mediasi harus dilakukan sepenuh hati. Pengalaman dan pengamatan
penulis menunjukkan bahwa hampir selalu mediasi gagal justru disebabkan
mediator. Parsialitas dan kepongahan ekspertisme mediator menyulitkannya untuk
menemukan dan menangkap keinginan para pihak. Mediator sepatutnya mengingat
bahwa mediasi ada untuk mempertemukan kepentingan para pihak, bukan justru
membenturkan kepentingan-kepentingan tersebut.
Sepatutnya polemik
gadai emas syariah ini dipakai sebagai momentum untuk meletakkan pondasi
penyelesaian sengketa perekonomian yang bermartabat dan dengan cara-cara
kekeluargaan. Ini akan membawa pemahaman baru bahwa cap “syariah” tidak hanya
untuk mencari nasabah. Lebih dalam lagi, konsep ke-syariah-an dibuktikan dengan
adanya keinginan dan itikad baik mencari pemecahan yang win-win solution.
Apabila mediasi berhasil, polemik hari ini akan menjadi preseden di tanah air
bahwa mediasi telah menjadi kultur berbisnis dan menunjukkan bahwa
produk-produk perbankan tanah air bukanlah produk bodong.
Metode Berkebun
Emas merupakan sistem pengembangan investasi yang terus berevolusi. Saat
ini, banyak masyarakat Indonesia yang membeli Logam Mulia untuk
kemudian disimpan hingga harga jualnya meningkat. Pada saat membutuhkan uang
dadakan masyarakat juga terkadang menggadaikan logam mulia yang dimilikinya.
Kini logam mulia yang digadaikan dapat “dikembangbiakan” agar menghasilkan
logam-logam mulia baru dengan dua pertiga modal ditanggung oleh lembaga
keuangan penyedia jasa gadai, seperti bank syariah.
Kita harus memilih
lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan penitipan yang
paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga gadai yang
memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan kembali
untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang dibutuhkan tidak
terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang skema
pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan biaya
asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar
lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk
dalam biaya administrasi.
Kesimpulan
Kita harus bisa
memilih lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan penitipan
yang paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga gadai yang
memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan kembali
untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang dibutuhkan
tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang skema
pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan biaya
asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar
lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk
dalam biaya administrasi.
Saran
Saran saya
seharusnya pihak perbankan memperbaiki sistem syariah yg biasanya terjadi
pada penanganan gadai emas. Selain itu pihak bank juga harus menjelaskan secara
detail mengenai sistem gadainya dari awal sebelum nasabahnya memutuskan untuk
menggadaikan emas miliknya kepada bank tersebut atau tidak dan bagi nasabah
yang ingin menggadaikan emasnya juga harus bertanya kalau masih belum mengerti
mengenai sistem gadainya yang sudah dijelaskan.
Kita harus memilih
lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan penitipan yang
paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga gadai yang
memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan kembali
untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang dibutuhkan
tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang skema
pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan biaya
asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar
lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk dalam
biaya administrasi.
Masalah yang sering
timbul adalah jika harga emas menurun, nasabah harus menanggung resiko untuk
menjual emasnya yg harganya turun agar menutupi bunga yg di dapat dari
nasabah yg tidak sama dengan harga emas yang sedang turun. Seharusnya pihak
bank jangan terlalu khawatir mengenai harga emas yang turun dikarenakan grafik
atau pertumbuhan suatu harga tidak selamanya naik keatas ada masanya dia akan
turun kemudian naik lagi itu tergantung dari permintaan dan penawaran selain
itu juga dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi yang sedang baik atau kurang
baik. masalah ini sering terjadi karena cara kerja perbankan Syariah masih
belum cukup membuat nasabah senang jika kerugian masih dianggap
besar.
Sumber: