Struktur
Modal & Berbagai Teori Struktur Modal
Pengertian Struktur Modal dalam finansial
leverage
1.
Struktur assets tercermin dalam sisi kanan suatu neraca, yang
menunjukkan komposisi assets yang harus dibiayai.
2.
Struktur finansial tercermin dalam sisi kanan suatu neraca, yang
mencerminkan komposisi sumber dana yang dipoergunakan untuk membiayai assets
perusahaan.
3.
Struktur modal (capital) ditunjukkan utang jangka panjang dan saham
preferen dengan modal sendiri diluar utang jangka pendek. Modal sendiri
termasuk modal saham biasa, capital surplus dan laba ditahan.
4.
Leverage finansial atau leverage factor adalah rasio antara utang
(B) terhadap total asset (TA) atau total nilai perusahaan (V). Rasio utang
dengan saham biasa dapat juga di hitung dengan rasio: B/S = B/V + (1-B/V)
Misal
jika
B/V = 50%, B/S = 0,50/0,50 = 1,00
B/V = 25%, B/S = 0,25/0,75 = 0,33
B/V = 60%, B/S = 0,60/0,40 = 1,50[2]
3. Struktur Modal Optimal
Struktur modal yang optimal adalah struktur
yang memaksimalkan harga dari perusahaan, dan hal ini biasanya meminta rasio
utang yang lebih rendah dari pada rasio yang memaksimalkan EPS yang diharapkan[3]. Dengan kata lain struktur modal optimal
adalah titik dimana k0 berada pada titik terendah. Pada posisi struktur
modal optimal, tidak hanya rata-rata tertimbang biaya modal perusahaan mencapai
titik terendah, namun total nilai perusahaan juga mencapai titik tertinggi. Hal
ini disebabkan semakin rendah tingkat kapitalisasi, k0 yang digunakan
pada arus laba operasi bersih perusahaan, semakin tinggi nilai sekarang bersih
arus tersebut. Jadi struktur modal optimal adalah struktur modal yang
meminimalkan biaya modal perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan[4].
Jadi, Struktur Modal
yang Optimal adalah struktur modal yang memaksimalkan EBIT /
EPS, memaksimalkan harga saham, dan meminimalkan biya modal / WACC[5].
Hal yang sulit adalah memperkirakan
bagaimana suatu perubahaan dalam struktur modal akan mempengaruhi harga saham .
Namun ternyata diketahui struktur modal yang dapat memaksimalkan harga saham
adalah struktur modal yang dapat meminimalkan WACC. Karena biasanya lebih mudah
meramalkan bagaimana perubahan struktur modal akan mempengaruhi WACC daripada
harga saham,kebanyakan manajer menggunakan perubahan WACC yang diramalkan untuk
membantu mereka mengambil keputusan struktur modal[6].
Setiap perusahaan pada tahap awal berdiri
pasti memerlukan modal untuk penetapan struktur modalnya, dan pada saat akan
memperluas usaha atau menggabungkan usahanya besar kemungkinannya akan
melakukan perubahan struktur modal yang disebabkan adanya perubahan modal atau
tambahan modal. Dua hal yang harus dilakukan perusahaan, Pertama menentukan
besarnya Kebutuhan modal kuantitatif (proses Kapitalisasi). Kedua, menentukan
sumber modal kualitatif / jenis modal yang akan ditarik (proses penentuan
Struktur Modal. Untuk menentukan Struktur Modal perusahaan dihadapkan pada
berbagai variabel yang mempengaruhinya. Terdapat 10 variabel yang mungkin akan
berpengaruh yaitu: tingkat bunga, stabilitas penjualan, tingkat pertumbuhan
penjualan, susunan aktiva, kadar risiko dari aktiva, kebutuhan modal, struktur
saingan, keadaan pasar modal, sikap manajemen, dan sikap pemberi pinjaman.
Bagi perusahaan susunan struktur modal
terbaik dikatakan sebagal Struktur Modal Optimum. Struktur modal optimum
menurut pendekatan konservatif adalah struktur modal yang menggunakan modal
pinjaman maksimum 50% dari total modal. Sedangkan menurut pendekatan biaya
modal struktur modal optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan
rata-rata biaya modal perusahaan. Metoda biaya modal ini dapat dianalisis
dengan berbagai pendekatan, dan pendekatan yang dipilih pada persoalan ini
adalah Pendekatan Tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal optimum akan
terjadi pada kondisi rata-rata biaya modal minimum dan nilai perusahaan
maksimum. Disini harus dilakukan analisis terhadap variabel-variabel yang
berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan dan hubungannya dengan penentuan
nilai perusahaan. Sehingga harus ditentukan:
1.
Variabel
yang dominan terhadap struktur modal dengan menggunakan Analisa Faktor.
2.
Menentukan
nilai perusahaan yang maksimum.
Menurut Maness (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penentuan struktur modal optimal, yaitu:
1. Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif
stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban
tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak
stabil.
2. Operating Leverage
Perusahaan yang mengurangi leverage operasinya
lebih mampu untuk menaikkan penggunaan leverage keuangan (hutang).
3. Corporate Taxes
Karena
bunga tax-deductable, ada sebuah keuntungan jika menggunakan
hutang. Marginal tax rate perusahaan yang lebih tinggi, maka keuntungan
menggunakan hutang akan lebih tinggi, semua yang lainnya dianggap sama.
4. Kadar Resiko dari Aktiva
Tingkat atau kadar resiko dari setiap
aktiva didalam perusahaan adalah tidak sama. Makin panjang jangka waktu
penggunaan suatu aktiva didalam perusahaan, makin besar derajat resikonya. Dan
perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tiada henti,
dalam artian ekonomis dapat mempercepat tidak digunakannya suatu aktiva,
meskipun dalam artian teknis masih dapat digunakan.
5. Lenders dan Rating Agencies
Jika perusahaan menggunakan hutang semakin
berlebih, maka pihak lenders akan mulai meminta tingkat bunga yang lebih tinggi
dan rating agencies akan mulai menurunkan rating pada tingkat hutang perusahaan.
6. Internal Cash Flow
Tingkat internal cash flow yang lebih
tinggi dan lebih stabil dapat menjastifikasi sebuah tingkat leverage lebih
stabil.
7. Pengendalian
Banyak perusahaan sekarang meningkatkan tingkat
hutangnya dan memulai dengan menerbitkan hutang baru hingga repurchase
outstanding commonstock. Tujuan dari peningkatan hutang tersebut adalah untuk
mendapatkan return yang lebih tinggi., sedangkan pembelian kembali saham
bertujuan untuk lebih meningkatkan tingkat pengendalian.
8. Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi seperti sekarang ini dan
juga kondisi pada pasar keuangan dapat mempengaruhi keputusan struktur modal.
Ketika tingkat suku bunga tinggi, mungkin keputusan pendanaan lebih mengarah
pada short-term debt, dan akan dilakukan refinance dengan long-term debt atau
equity jika kondisi pasar memungkinkan.
9. Preferensi pihak manajemen
Preferensi manajemen terhadap resiko dan
gaya manajemen mempunyai peran dalam hubungannya dengan kombinasi debt-equity
perusahaan pada struktur modalnya.
10. Debt covenant
Uang yang dipinjam dari sebuah bank dan
juga penerbitan surat hutang dan terwujud melalui serangkaian kesepakatan (debt
covenant).
11. Agency cost
Agency cost adalah sebuah biaya yang
diturunkan guna memonitor kegiatan pihak manajemen untuk menjamin bahwa
kegiatan mereka selaras dengan persetujuan antara manajer, kreditur dan juga
para shareholders.
12. Profitabilitas
Perusahaan dengan profitabilitas yang
tinggi, dan penggunaan internal financing yang lebih besar dapat menurunkan
penggunaan hutang (rasio hutang).
Pada kasus tertentu ternyata kondisinya
dapat dikelompokan pada 4 faktor yang dominan terhadap penentuan struktur
modal, yaitu:
- Faktor 1: Stabilitas pendapatan dan kebutuhan modal, komponen variabelnya: Stabilitas penjualan dan kebutuhan modal. Dengan variabel yang dominan adalah kebutuhan modal.
- Faktor 2: Struktur pasar industri yang terdiri variabel; struktur saingan, tingkat bunga, tingkat pertumbuhan penjualan, dan kadar risiko dari aktiva. Variabel dominannya adalah struktur saingan.
- Faktor 3: Risiko usaha dan keuangan, yang terdiri variabel; sikap pemberi pinjaman, susunan aktiva, dan sikap manejemen. Variabel dominannya adalah sikap pemberi pinjaman.
- Faktor 4: Situasi perekonomian yang hanya terdiri variabel keadaan pasar modal, sehingga variabel dominannya adalah variabel keadaan pasar modal.
Untuk penentuan nilai perusahaan dengan
menggunakan pendekatan Tradisional sebagai alat manajemen keuangan, diperoleh
hasil bahwa nilai perusahaan akan meningkat dengan rata-rata biaya modal
perusahaan melalui cara perusahaan modal pinjamannya. Dan struktur modal
diterapkan harus mempunyai ratio hutang maksimum sehingga mencapai struktur
modal optimum. Untuk menentukan struktur modal yang optimum, digunakan konsep
cost of capital (hutang obligasi, emisi saham baru, saham
biasa, laba ditahan, dan weighted average cost of capital). Dan
struktur modal yang optimum tercapai apabila biaya modal rata-rata tertimbang
adalah rendah. Karena biaya modal ini berhubungan dengan profitabilitas, maka
pada saat struktur modal optimum diperhitungkan pula tingkat profitabilitas
dengan cara ROA dan ROE.
Untuk menghitung besarnya biaya modal dalam
kaitanya dengan struktur modal dan nilai perusahaan digunakan beberapa rumus
berikut[7]:
1. Rumus pertama untuk menghitung return
obligasi:
Ki = I/B.
Dimana:
I = bunga hutang tahunan
B = Nilai pasar obligasi yang beredar
Ki = Return dari obligasi
2.
Rumus kedua untuk menghitung return saham biasa:
Ke = E/S
Dimana: :
E = Laba untuk pemegang saham biasa
E = Laba untuk pemegang saham biasa
S = Nilai pasar saham biasa yang beredar
Ke = Return dari saham biasa
3.
Rumus ketiga untuk mengitung return bersih perusahaan:
Ko = O/V
Dimana: :
O = Laba operasi bersih
O = Laba operasi bersih
V = Total Nilai perusahaan
Ko = Return bersih perusahaan
Struktur modal yang optimal harus
mengutamakan kepentingan pemegang saham. Oleh sebab itu pertama kalinya
perusahaan sebaiknya mendanai usahanya dengan internal financing yang berasal
dari laba ditahan dan depresiasi pada aktiva tetapnya. Laba ditahan merupakan
alternatif pertama yang digunakan untuk memodali kegiatan perusahaan.
Alternatif pertama ini cenderung tidak mencukupi kebutuhan dana yang dibutuhkan
oleh perusahaan dalam mengembangkan usahanya, maka tidak terhindarkan lagi
bahwa perusahaan memerlukan external financing untuk mencukupi kebutuhan
dananya.
Alternatif kedua adalah External
financing (pendanaan dari luar dapat berupa hutang, serta menerbitkan saham).
Perusahaan dapat memperoleh sumberdana dari para investor atas saham yang
dijual perusahaan kepada publik. Perusahaan dapat menerbitkan sejumlah saham
biasa untuk mencukupi kebutuhan modalnya. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh perusahaan, karena semakin banyak saham yang beredar akan menurunkan nilai
perusahaan.
Turunnya nilai perusahaan berarti turun
juga harga sahamnya, sebab investor beranggapan jika perusahaan menerbitkan
saham baru berarti suatu sinyal bagi investor bahwa perusahaan itu memiliki
prospek yang tidak menguntungkan. Jika penerbitan saham menyebabkan sinyal
negatif pada investor mengenai pandangannya terhadap perusahaan, maka
perusahaan akan mencoba untuk menghindari penjualan saham dan lebih memilih mendapatkan
modal baru dengan cara-cara lain, termasuk menggunakan utang di luar sasaran
struktur modal yang normal.
Disini perusahaan memanfaatkan hutang dalam
bentuk menerbitkan obligasi, mengambil pinjaman di Bank atau lembaga lainnya.
Dalam mengambil kebijakan hutang, manajer keuangan harus mempertimbangkan
manfaat dan biaya dari penggunaan hutang terhadap struktur modalnya. Penggunaan
utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin
besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Harga
saham perusahaan akan mencapai titik maksimal ketika seluruh pendanaannya
menggunakan hutang, tetapi tidak ada perusahaan yang menggunakan seratus persen
hutang sebab perusahaan memperhitungkan biaya kebangkrutan dan menekan
biaya-biaya kebangkrutan tersebut.
Brigham dan houston menambahkan bahwa ada
tambahan reksiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai hasil
dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang. Untuk menjelaskan hal
ini misalnya ada 10 orang yang akan membentuk sebuah perseroan yang akan
memproduksi computer, asumsikan perusahaan akan dikapitalisasi dengan 50 persen
utang dan 50 persenm ekuitas, dengan lima orang investor menempatkan modal
mereka sebagai utang dan lima lainnya menempatkan uang mereka sebagai ekuitas.
Dalam hal ini, lima orang investor akan
menanggung seluruh resiko bisnis perusahaan, sehingga saham biasa akan dua kali
lebih beresiko daripada perusahaan hanya didanai dengan ekuitas. Jadi
penggunaan hutang mengkosentrasikan resiko bisnis perusahaan kepada para
pemegang sahamnya. Oleh sebab itu menurut saya perusahaan sangat perlu untuk
memperhitungkan manfaat dan biaya penggunaan hutang mengingat perusahaan
bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham jadi perusahaan
harus lebih selektif dalam memilih lembaga pembiayaan, suku bunga, jenis
hutang.
Serta kemampuan manajer keuangan untuk
meramalkan penjualan, laba setelah pajak yang mengindikasikan kemampuan
perusahaan dalam membayar hutangnya mengingat para pemegang saham menanggung
resiko yang besar akibat penggunaan hutang bila terjadi kebangkrutan.[8]
4. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Struktur Modal
1. Risiko usaha atau
tingkat resiko yang inheren dalam operasi perusahaan jika perusahaan tidak
menggunakan utang. Makin besar resiko usaha perusahaan dan makin rendah
rasio utang optimalnya.
2. Posisi pajak
perusahaan. Salah satu alasan utama digunakannya utang adalah karena bunga
merupakan pengurangan pajak, selanjutnya menurunkan biaya utang efektif. Akan
tetapi jika sebagian besar laba suatu perusahaan telah dilindungi dari
pajak oleh perlindungan pajak yang berasal dari penyusutan maka bunga atas
utang yang saat ini belum dilunasi atau kerugian pajak yang dibawa
keperiode berikutnya akan menghasilkan tarif pajak yang rendah. Akibatnya
tambahan utang tidak akan mamilki keunggulan yang sama jika dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki tariff pajak yang efektif yang lebih tinggi.
3. Fleksibilitas keuangan.
Atau bisa disebut kemampuan untuk menghimpun modal dengan persyaratan yang
wajar dalam kondisi yang buruk. Bendahara perusahaan tahu bahwa pasokan modal
yang lancar dibutuhkan operasi yang stabil, selanjutnya memilki arti yang
sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang. Mereka juga tahu bahwa ketika
terjadi pengetatan uang dalam perekonomian atau ketika suatu perusahaan
mengalami kesulitan operasionalnya akan lebih mudah untuk menghimpun utang
dibandingkan modal ekuitas, dan pihak pemberi pinjaman lebih bersedia
untuk mengakomodasi perusahaan yang memilki neraca kuat. Jadi potensi kebutuhan
terhadap dana dimasa depan dan kosekuensi kekurangan dana akan mempengaruhi
sasaran struktur modal. Makin besar kemungkinan kebutuhan modal dan makin buruk
konsekuensi jika tidak mampu untuk mendapatkannya, maka makin sedikit
jumlah utang yang sebaliknya ada di dalam neraca perusahaan.
4. Konservatisme atau
keagresifan manajerial. Beberapa menejer lebih agresif dibandingkan dengan
menejer yang lain sehingga mereka lebih bersedia untuk menggunakan utang
sebagai usaha untuk meningkatkan laba. Factor ini tidak mempengaruhi struktur
modal optimal yang sebenarnya atau struktur modal yang memaksimalkan nilai
tetapi memang ia akan mempengaruhi sasarann struktur modal perusahaan.
Keempat hal diatas memilki pengaruh yang
sangat besar pada sasaran struktur modal namun kondisi operasional dapat
menybabkan struktur modal aktual berbeda dari sasaran. Misalnya harga pasar
suatu actual suatu perusahaan mungkin karena beberapa alasan tertentu yang
berbeda jauh dibawah nilai intrinsic seperti yang diyakini oleh manajemen.
Dalam hal ini, manajemen akan enggan menerbitkan saham baru untuk menghimpun
modal sehingga manajemen mungkin akan menggunakan pendanaan utang. Bahkan mungkin
hal ini akan menyebabkan rasio utang naik diatas tingkat sasaran. Namun
diasumsikan perusahaan akan mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan
struktur modal ketingkat sasarannya saat harga saham mendekati nilai
intrinsiknya.
5. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada
pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan
investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dengan kata lain, seandainya
perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang (atau sebaiknya)
apakah harga saham berubah, apabila perusahaan tidak merubah
keputusan-keputusan lainnya. Dengan kata lain, kalau perubahan struktur modal
tidak merubah nilai perusahaan, berarti bahwa tidak ada struktur modal yg
terbaik. Semua struktur modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah strukur
modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh sttruktur modal yg
terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga
saham, adalah struktur modal yang terbaik.[10]
Perhatikan bahwa modal yang dipergunakan
perusahaan selalu mempunyai biaya. Biaya tersebut bisa bersifat ekplisit
(artinya nampak, dan dibayar oleh perusahaan), tetapi bisa juga bersifat
implisit (tidak nampak, bersifat oportunistic, atau disyaratkan oleh
pemodal). Bagi dana yang berbentuk hutang, maka biaya dana mudah
diidentifikasi, yaitu biaya bunganya.
Dalam pembicaraan struktur modal ini kita
menggunakan skenario bahwa hutang yang dipergunakan adalah hutang dalam bentuk
obligasi yang diperoleh dari pasar modal yang kompetitif dan efisien. Dengan
demikian maka pertimbangan risk and return trade off akan mendasari
pemilihan sumber dana tersebut. Karena bagi para pemodal pembeli obligasi
ditafsirkan mempunyai risiko yang lebih rendah (tingkat keuntungan yang mereka
peroleh lebih pasti sifatnya dari membeli saham), maka biaya modal yang berasal
dari hutang akan lebih kecil dari biaya modal yang berasal dari modal sendiri.
Sedangkan bagi dana yang berbentuk modal
sendiri, biaya dananya tidak nampak. Meskipun demikian tidak berarti bahwa
biaya dananya lebih murah dari dana bentuk hutang. Biaya dana (cost of
capital) untuk dana dalam modal sendiri merupakan tingkat keuntungan yang
disyaratkan oleh pemilik dana tersebut sebelum mereka menyerahkan dananya ke
perusahaan. Tingkat keuntungan ini belum tentu lebih kecil apabila dibandingkan
dengan bunga pinjaman.
Teori struktur modal juga disebut juga
dengan teori-teori keseimbangan, karena tujuannya adalah untuk menyeimbangkan
komposisi hutang dan modal sendiri. Ada beberapa teori struktur modal yang
dapat dianut oleh perusahaan-perusahaan.
1. Teori
Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan
adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh
terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa
diperoleh nilai perusahaan yang optimal.[11]
Mereka yang menganut pendekatan tradisional
berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak,nilai
perusahaan (biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan merubah struktur
modalnya (yaitu B/S). Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950-an.
Ilustrasi berikut ini menunjukkan pemikiran mereka.
Misalkan PT.ABC mempunyai 100% modal
sendiri, dan diharapkan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar Rp.10
juta. Kalau tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri (= ke
) adalah 20%, maka nilai perusahaan dan biaya modal perusahaan bisa dihitung
sebagai berikut. Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung dengan rumus =
ke
= 10 juta/50 juta = 0,20
O Laba bersih operasi
|
Rp. 10 juta
|
||||||
F Bunga
|
|||||||
E Laba tersedia untuk poemilik saham
|
Rp.10 juta
|
||||||
ke Biaya modal sendiri
|
0,2
|
||||||
S Nilai modal sendiri
|
Rp.50 juta
|
||||||
B Nilai pasar hutang
|
|||||||
V Nilai perusahaan
|
Rp.50 juta
|
||||||
ko Biaya modal perusahaan =
|
|||||||
0,20 (50/50) + 0(0/50)
|
0,2
|
||||||
Sekarang misalkan PT.ABC akan mengganti
sebagian modal sendiri dengan hutang. Biaya hutang (=kd), atau
tingkat keuntungannya yang diminta oleh kreditor, misalnya 60%. Untuk menggunakan
hutang tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunya sebesar Rp.4
juta. Dengan menggunakan hutang perusahaan menjadi lebih berisiko, dan
karenanya biaya modal sendiri (=ke) naik menjadi lebih berisiko, dan
karenanya biaya modal sendiri (=ke) naik menjadi, misalnya, 22%.
Kalau laba operasi bersih tidak berubah, maka nilai perusahaan akan nampak
sebagai berikut.
O
|
Laba operasi bersih
|
Rp.10,00 juta
|
F
|
Bunga
|
Rp. 4,00 juta
|
E
|
Laba tersedia untuk pemegang saham
|
Rp. 6,00 juta
|
ke
|
Biaya modal sendiri
|
0,22
|
S
|
Nilai modal sendiri
|
Rp. 27,27 juta
|
B
|
Nilai hutang (4 juta/0,16)
|
Rp. 25,00 juta
|
V
|
Nilai perusahaan
|
Rp. 52,27 juta
|
ko
|
Biaya modal perusahaan
|
|
=0,22(27,27)+0,16(25/52,27)=
|
0,191
|
|
Jadi keadaan perusahaan menjadi lebih baik
setelah perusahaan menggunakan hutang kerena nilai perusahaan meningkat (atau
biaya modal perusahaan menurun). Kalau misalkan sebelum perusahaan menggunakan
hutangperusahaan mempunyai jumlah lembar saham sebanyak 1.000 lembar, maka
harga sahamnya adalah Rp.50.000 per lembar. Setelah perusahaan mengganti
sebagian saham dengan hutang (yang diganti adalah sebesar Rp.25 juta atau 500
lembar saham), maka nialai shamnya naik menjadi Rp.27,27 juta/saham = Rp.54.540
2. Teori
Pendekatan Modigliani dan Miller
Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal modern yang pertama
adalah Teori Modigliani dan Miller atau lebih sering dikenal dengan teori
MM. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tudak
mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun
teori mereka. (Brigham dan Houston,2001,p.31) yaitu:
a.
Tidak terdapat agency cost
b.
Tidak ada pajak
c.
Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan
perusahaan
d.
Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai
prospek perusahaan di masa depan
e.
Tidak ada biaya kebangkrutan
f.
Earning Before and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.
g.
Para investor adalah price-takers.
h.
Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar
(market value)
Teori MM dengan pajak. Teori MM tanpa pajak
dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam
teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas
keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai
sebagai pengurang pajak.[12]
Teori mereka juga menunjukkan kemungkinan
muculnya proses arbitrase yang akan membuat harga saham (nilai perusahaan) yang
menggunakan hutang maupun tidak menggunakan hutang, akhirnya sama. Proses
arbitrasemuncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan
dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan
resiko yang sama pula.
Dalam contoh yang tadi (PT.ABC), pemodal
dapat keuntungan yang sama tetapi dengan investasi yang lebih kecil, apabila
memiliki saham PT.ABC yang tidak memiliki hutang.Misalkan Arif memiliki 20%
saham PT.A yang menggunakan hutang. Dengan demikian maka nilai kekayaannya
adalah sebesar 0,20 x Rp.27,27 juta = Rp.5,45 juta. Sekarang misalkan terdapat
PT.INDOFOOD yang identik dengan PT.ABC yang idak mempunyai utang. Untuk itu
proses arbitase akan dilakukan sebagai berikut:
1.
Jual saham PT.ABC, memperoleh dana sebesar Rp.5,45 juta.
2.
Pinjam sebesar Rp.5,00 juta. Nilai pinjaman ini adal;ah sebesar 20% dari
nilai hutang PT.ABC.
3.
Beli 20% saham PT.INDOFOOD (yaitu perusahaan yang identik dengan PT.ABC
waktu tidak mempunyai hutang), senilai 0.20 x Rp.50 juta = Rp.10 juta.
4.
Dengan demikian Arif dapat menghemat investasi senilai Rp.0,45 juta.
Pada waktu Arif masih memiliki 20% saham
PT.ABC yang menggunakan hutang, ia mengharapkan untuk memperoleh keuntungan
sebesar, 0,20 x Rp.6,00 juta = Rp.1,20 juta.Pada waktu ia memiliki 20% saham
PT.INDOFOOD dan mempunyai hutang sebesar Rp.10 juta, maka keuntungannya yang
diharapkannya adalah:
1.
Keuntungan dari saham PT.INDOFOOD
|
= 0,20xRp.10 juta
|
= Rp.2,00 juta
|
2.
Bunga yang dibayar
|
= 0,16 x Rp.5,0 juta
|
= Rp.0,80 juta
|
Keuntungan bersih
|
Rp.1,20 juta
|
Hal ini berarti Arif dapat mengharapkan
untuk memperoleh keuntungan yang sama (yaitu Rp.1,20 juta), menanggung resiko
yang sama (karena proporsi hutang yang ditanggung sama), tetapi dengan
investasi yang lebih kecil sebesar Rp.0,45 juta. Apabila hal ini disadari oleh
semua pemodal, maka mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh Arif.
Dengan demikian maka semua orang akan
menjual PT.ABC (harga akan turun) dan membeeli saham PT.INDOFOOD (harga akan
naik). Proses arbitase tersebut akan berhenti setelah pemodal tidak dapat lagi
menghemat investasi dari penjualan saham PT.ABC dan pembelian saham PT.INDOFOOD.
Sebenarnya kalau kita amati proses
penggantian modal sendiri dengan hutang yang dilakukan oleh PT.ABC, segera bisa
kita jumpai kejanggalan. Di atas disebutkan bahwa PT.ABC mengganti modal
sendiri dengan hutang sebesar Rp.25 juta. Kalau semula (sebelum menggunakan
hutang) nilai modal sendirinya adalah Rp.50 juta maka setelah diganti dengan
hutang sebesar Rp.25 juta, nilainya tettu tinggal Rp.25 juta. Tidak mungkin
menjadi Rp.27,27 juta (sebagaimana diungkapkan oleh pendekatan tradisional).
Kalau nilai modal sendiri menjadi Rp.25 juta,maka mestinya biaya modal sendiri
setelah mengguakan hutang menjadi,
ke = E/S
|
= Rp.6 juta / Rp.25 juta
|
= 24%
|
Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan
setelah menggunakan hutang adalah
ko
|
= 24% (25/50) + 16% (25/50)
|
=20%
|
Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan
(atau nilai perusahaan) tidak berubah, baik perusahaan menggunkan hutang atau
tidak. Karena pada pendekatan tradisional dasumsikan biaya modal sendiri
meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang
menjadi lebih tinggi nilainnya dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Dalam keadaan pasar modal sempurna dan
tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku
sebagai berikut:
ke = keu + (keu +
kd) (B/S)
Dalam hal ini keu adalah biaya
modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang. Dalam contoh
PT.ABC, ini berarti bahwa:
= 20% + (20% - 16%) (25/25)
|
= 24%
|
ke (setelah menggunakan hutang)
Kita memperoleh angka yang sama dengan cara
perhitungang diatas.
Perhatikan bahwa biaya hutang (kd)
selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (keu). Hal tersebut
disebabkan karena pemilik modal sendirimenanggung resiko yang lebih besar dari
pemberi kredit dan kita berada dalam pasar modal yang sangan kompetitif[13].
Hal tersebut disebabkan oleh (1)penghasilan yang diterima pemilik modal sendiri
bersifat tidak pasti dibandingkan dengan pemberi kredit, dan (2) dalam
peristiwa likuidasi pemilik sendiri akan menerima bagian paling akhir setelah
kredit-kredit dilunasi. Dalam kaeadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar
yang kompetitif, kd< ke. jadi tidaklah benar jika
perusahaan menghimpun dana dari equity, perusahaan kemuadian berhasil menghimpu
dana murah. Semua sumber pendanaan mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri
justru biayanya lebih mahal dibandingkan dengan dana pinjaman.
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam
keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan
pendanaan (financing decisions) menjadi tidak relefan. Artinya
penggunaan hutang ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang sama
bagi kemakmuran pemilik perusahaan.
3. Teori-Teori
Lain dalam Struktur Modal
a. Teori Trade-Off dalam Struktur Modal.
Menurut trade-off teory yang diungkapkan
oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang
tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama
dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)” (p.81). Biaya kesulitan
keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau
reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat
dariturunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur
modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan
(agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap
mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai
imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai
ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap
biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress).
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa
manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan
biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi
pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang
tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan
yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku
struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung
rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory.
Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat
profitabilitas dan rasio hutang.
b. Teori Pecking Order
Menurut Myers (1984), pecking order theory
menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru
tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi
memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini
tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan
mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut
pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004,
p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan,
yaitu :
1. Perusahaan lebih
memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal
daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba
ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
2. Jika
pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai
dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya,
turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi
konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.
3. Terdapat kebijakan
deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran
deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut
untung atau rugi.
4. Untuk
mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang
konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka
perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking
order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory
menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan
tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan
investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang
mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang
kecil.
5. Dalam
kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk
kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang
disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan
Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara
berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam
membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang
menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih
dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.
6. Teori Asimetri
Informasi dan Signaling. Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak
pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama
mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang
lebih dari pihak lainnya.
Teori ini terdiri dari Teori :
a. Myers dan Majluf
Menurut Teori ini ada asimetri informasi
antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai informasi yang lebih lengkap
mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.
b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
c. Teori Keagenan
(Agency Approach).
Menurut pendekatan ini, struktur modal
disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik
antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada
kecenderungan manager ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai control atas
sumber daya tersebut.
Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk
mengurangi konflik leagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka
manager akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan untuk membayar
bunga.
6. Checklist Keputusan
Struktur Modal
Selain
dari jenis-jenis analisis yang dibahas sebelumnya, perusahaan pada umumnya akan
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini, ketika melakukan keputusan struktur modal[14]:
1. Stabilitas
penjualan. Suatu perusahaan yang penjualannya relative stabil dapat secara aman
mengambil utang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2. Struktur asset.
perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman
cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Asset umum yang dapat digunakan
oleh banyak perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk
asset dengan tujuan khusus. Jadi, perusahaan real estat biasanya memiliki
leverange yang tinggi sementara pada perusahaan yang terlibat dalam bidang penelitian
teknologi, hal seperti ini tidak berlaku.
3. Lavarange operasi.
Jika hal lain dianggap sama, perusahaan yang leverange operasi yang lebih
rendah akan lebih mampu menerapkan leverange keuangan karena perusahaan
tersebut akan memiliki resiko usaha yang lebih rendah.
4. Tingkat
pertumbuhan. Jika hal yang lain dianggap sama, maka perusahaan yang memiliki
pertumpuhan yang lebih cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal
eksternal. Selain itu, biaya emisi ynag berkaitan dengan penjualan saham
biasanya akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan menjual
utang, mondorong perusahaan yang mengalami poertumbuhan cepat untuk lebih
mengandalkan diri pada utang. Namun, pada waktu yang bersamaan, perusahaan
tersebut sering kali menghadapi ketidak pastian yang lebih tinggi, cenderung
akan menurunkan keinginan mereka untuk menggunakan utang.
5. Profitabilitas.
Sering kali diamati bahwa pereusahaan dengan tingkat pengembalian atas
investasi yang sangat tinggi ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang
relative sedikit. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis atas fakta ini, salah
satu penjelasan praktisinya adalh perusahan yang sangat menguntungkan seperti
Microsoft, coca-cola tidak membutuhjan pendanaan utang terlalu banyak. Tingkat
pengam bilan yang tinggi memingkinkan perusahaan-perusahan tersebut melakukan
sebagian besar pendanaan melalui dana yang dihasikan secara internal.
6. Pajak. Bunga
merupakan suatu beban pengurangan pajak, dan penganguran ini lebih bernilai
pada perusahaan dengan tariff pajak yang tinggi. Jadi, makin tinggi tarif pajak
suatu perusahaan maka makin besar keunggulan dari utang.
7. Kendali. Pengaruh
utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan dapat mempengaruhi
struktur modal. Jika menejemen saat ini memilki kendali hak
suara (lebih dari 50 % saham) tetapi tidak berada dalam posisi untuk membeli
saham tambahan lagi, maka manajemen mungkin akan memilih utang sebagai
pendanaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan
ekuitas jika situasi keuangan perusahaan begitu rendah sehingga penggunaan
utang mungkin dapat membuat perusahaan dapat menghadapi resiko gagal bayar
karena jika perusahaan gagal bayar menejer akan kehilangan pekerjaan, akan
tetapai jika utang yang digunaakan terlalu sedikit, manajemen akan menanggung
resiko mengembalikan. Jadi, pertimbangan kendali dapat mengarah pada penggunaan
baik itu utang maupun ekuitas karena jenis modal yang memberikan perlindungan
terbaik pada manajemen akan bervariasi dari satu situasi kesituasi lainnya.
Apapun kondisinya jika manajemun tidak merasa aman maka manajemen akan
mempertimbangkan situasi kendali.
8. Sikap Manajemen.
Tidak ada yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal akan mengarah pada
harga saham yang lebih tinngi dibandingkan dengan struktur yang lain. Manajemen
dapat melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur modal yang tepat.
Beberapa manajemen cenderung lebih konservatif dibandingkan yang lain dan
menggunakan utang dalam jumlah lebih sedikit (kecil) dibandingkan dengan
rata-rata perusahaan didalam indrustinya, sementara manajemen agresif
menggunakan lebih banyak utang dalam usaha mereka untuk mendapatkan laba yang
lebih tinggi (maksimal).
9. Sikap Pemberi Pinjaman
Dan Lembaga Pemeringkat. Tanpa mempertimbangkan analisis manajemen sendiri atas
factor leverange yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman dan lembaga
pemeringkat sering kali akan mempengaruhi keputusan struktur keuangan.
Perusahaan sering kali membahas struktur modalnya dengan pihak pemberi pinjaman
daln lembaga pemeringkat serta sangat memperhatikan saran
mereka. Contoh salah satu perusahaan listrik baru-baru diperingatkan oleh
Moody’s Standard dan Poor bahwa obligasi perusahaan tersebut akan diturunkan
peringkatnya jika perubahan menerbitkan obligasi yang lain (baru).
Hal ini mempengaruhi keputusan yang akan diambil dan perusahaan lalu mendanai
ekspansinya menggunakan ekuitas biasa.
10. Konsisi Pasar. Kondisi pasar saham dan
obligasi mengalami perubahan dalm jangka panjang maupun jangka pendek yang
dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu perusahaan.
Misalnya selama terjadi kebijakan uang ketat, pasar obligasi sampah menjadi
sepi dan sama sekali tidak ada pasar pada tingkat bunga yang wajar untuk pinjaman dalam jangka
panjang yang baru dengan peringkat dibawah BBB. Jadi, perusahaan berperingkat
rendah yang membutuhkan modal terpaksa pegi kepasar saham atau pasar dalam utang
jangka pendek tanpa melihat sasaran strutur modalnya. Namun ketika kondisi
melonggar perusahan-perusahaan ini menjual obligasi jangka panjang untuk
mengembalikan struktur modalnya kembali pada sasaran.
11. Kondisi internal perusahaan. Kondisi
internal suatu perusahaan sendiri juga dapat berpengaruh pada sasaran struktur
modalnya.misalnya suatu perusahaan baru saja berhasil menyelesaikan suatu
program litbang, dan perusahaan meramalkan laba yang lebih tinggi dalam jangka
waktu yang tidak lama. Namun, laba yang baru ini belum diantisipasi oleh
investor, sehingga tercermin dalam harga sahamnya. Perusahaan tersebut tidak
akan menerbitkan saham, perusahaan lebih memilih melakukan pendanaan dengan
utang sampai laba yang lebih tinggi terwujud dan tercermin pada harga saham.
Selanjutnya, perusahaan dapat menjual penerbitan saham biasa menggunakan hasil
untuk melunasi utang, dan kembali pada sasaran struktur modalnya.
12. Fleksibilitas Keuangan. Seorang
bendahara perusahaan harus cerdas membuat persyaratan sebagai berikut ini
kepada perusahaan:
Perusahaan
dapat menghasilkan uang dalam jumlah yang lebih besar dari penganggaran modal
dan keputusan koperasi yang baik dibandingkan dengan keputusan keuangan yang
baik.memang, kami tidak tahu secara pasti bagaimana keputusan keuangan akan
mempengaruhi harga saham kamin, tetapi kami tahu secara pasti bahwa jika kami
terpaksa menolak usaha yang menjanjikan karena tidak tersedianya dana maka hal
tersebut akan mengurangi profitabilitas kami dalam jangka panjang. Karena
alasan ini, sasaran utama saya sebagai bendahara adalah selalu berada dalam
posisi yang dapat menghimpun modal untuk mendukung operasi.
Kami juga
tahu bahwa ketika keadaan baik, kami dapat menghimpun modal baik itu melalui
modal maupun obligasi tetapi ketika keadaan memburuk pemasok modal akan lebih
bersedia menyediakan dana jika kami memberikan mereka posisi yang lebih kuat,
dan ini artinya adalah utang. Selain itu, ketika kami menjual emisi saham baru
maka hal ini akan mengirimkan “sinyal” negatif kepada para investor sehingga
penjualan saham yang dilakukan oleh perusahaan yang sudah mapan seperti kami
adalah suatu tindakan yang diinginkan.
Penyatuan
seluruh pemikiran diatas akan mengangkat sasaran dalam mempertahankan
fleksibelitas keuangan yang juka dilihat dari sudut pandang operasionalnya berarti
mempertahankan kecukupan “kapasitas pinjaman cadangan”.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1.
Struktur
modal yang optimal adalah struktur yang memaksimalkan harga dari perusahaan,
dan hal ini biasanya meminta rasio utang yang lebih rendah dari pada rasio yang
memaksimalkan EPS yang diharapkan.
2.
Inti teori
struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal
terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden
dipegang konstan. Dan Struktur modal yang dapat memaksimumkan
nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik.
3.
Pengambilan keputusan sangatlah penting karena kalau perusahaan salah
dalam pengambilan keputusan maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai atau
tidak tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
http://ulfatunnazilah94.blogspot.co.id/2015/04/makalah-struktur-modal-diajukan-untuk.html
Dr.Suad, Husnan,M.B.A.1998. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka
Panjang). Yogyakarta:
BPFE-YOGYAKARTA..
Horne, James C. Van & John M.
Wachowicz, Jr. 1998. Prinsip-prinsip Management Keuangan. Jakarta:
Salemba empat.
Fahmi, Irham. 2013. Pengantar Manajemen Keuangan, Bandung: Alfabeta.
Drs. Sartono, R. Agus, 1997. Ringkasan Teori
Manajemen Keuangan, Yogyakarta: BPFE.
Yulianto, Ali Akbar. 2011. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,Jakarta:
Salemba Empat.
Weston, J. fred dan E.copeland, Thomas. 1996. Manajemen
Keuangan, Jakarta: Erlangga.
http://Ekonomi Manajemen Manajemen
Keuangan Struktur Modal.htm
http://MANAJEMEN KEUANGAN _ Yusuda's
Blog.htm.
http://Manajemen Keuangan Struktur
Modal Optimal _ digitalthree.htm.
[4] (Horne, James C. Van & John M.
Wachowicz, Jr. 1998. Prinsip-prinsip Management Keuangan. Jakarta:
Salemba empat. Buku dua edisi kesembilan hal. 478).
[7] http://MANAJEMEN KEUANGAN _ Yusuda's
Blog.htm dan http://Ekonomi Manajemen Manajemen Keuangan
Struktur Modal.htm
[10] Suad Husna, MANAJEMEN KEUANGAN Teori
dan Penerapan (keputusan jangka panjang),(Yogyakarta:BPFE-YOGYAKARTA,1998)
[13] Kita tidak bisa menggunakan biaya hutang
dari hutang yang,misalnya, diberikan oleh para pelepas uang (lintah darat).
Mereka, yaitu para pelepas uang ,beroprasi dalam pasar yang tidak kompetitif
(artinya yang menggunakan “jasa” mereka sering tidak mempuyai pilihan lain)