RSS

Senin, 23 April 2018

Contoh Kasus tentang sengketa masalah perekonomian


Contoh Kasus tentang sengketa yang berhubungan dengan masalah perekonomian dengan metode Litigasi

Perbankan merupakan bisnis kepercayaan. Integritas penyelenggara menjadi nilai jual paling unggul bagi perbankan untuk dapat mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali. Dalam perjalanannya, industri perbankan diwarnai dengan konsep syariah. Secara awam, masyarakat berasumsi dapat mengisi penuh pundi-pundi mereka dengan tangan kiri sekaligus menggenggam kunci surga dengan tangan kanan. Walhasil, animo masyarakat terhadap konsep ini membludak.
Patut diperhatikan, prestasi perekonomian syariah cukup membanggakan. Salah satu indikatornya adalah tingkat konflik yang relatif kecil. Dalam titik ini, konsep syariah patut diacungi jempol. Hanya sayang, polemik gadai emas syariah yang menimpa nasabah BRI seakan menghapus catatan baik perbankan syariah. Cap “syariah” semacam tidak cukup untuk membuktikan bahwa industri perbankan yang diawali dengan niat baik ini tidak menyimpang.
Penjualan paksa oleh Bank BRI terhadap emas nasabah berujung pada kerugian nasabah. Seolah tidak ada pintu dialog yang terbuka setelah beleid dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Kasus ini seakan mengukuhkan pendapat kontra yang menganggap bahwa “jeroan” bank syariah tidak ada beda dengan bank konvensional. Sungguh memalukan.
Kasus “Gadai Emas BRI” ini merupakan murni kasus perdata. Hukum perdata memliki keunikan yaitu individu memegang peranan penting untuk mempertahankan atau tidak haknya, sepenuhnya tergantung dari kehendaknya sendiri (Scholten, 1993:34). Dalam hal ini jalur penyelesaian yang dapat ditempuh tidak semata litigasi tetapi juga non-litigasi.
Jalur litigasi mungkin nampak menarik dengan janji-janji manis pengacara untuk mememangkan hak kliennya. Romantika persidangan yang diwarnai perdebatan sengit para pihak. Proses pembuktian yang rumit dan mendebarkan mungkin dapat memadamkan rasa marah dan kecewa nasabah yang dirugikan. Namun apakah itu yang terbaik?
Contoh Kasus
Masalah Gadai Emas, BI akan panggil BRI Syariah
Bank Indonesia berencana akan memanggil Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dan seniman Butet Kertaradjasa terkait masalah skema gadai emas. Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Edy Setiadi mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut BI akan mendengarkan penjelasan BRIS terkait kesalahpahaman yang terjadi.
“Bank Indonesia, dalam waktu dekat akan memanggil BRIS untuk memberikan penjelasan mengenai permasalahan kesalahpahaman antara BRIS dan nasabahnya,” kata Edy kepada VIVA news di Jakarta, Sabtu 15 September 2012. Sementara, untuk melakukan proses mediasi, Edy menambahkan, BI masih mempelajari permasalahan lebih lanjut. “BI akan mempelajari permasalahan tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan tindak lanjutnya,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gadai Emas, produk gadai di bank syariah, yang sempat dipermasalahkan Bank Indonesia, akhirnya menuai kasus. Seniman Butet Kartared jasa mengadukan produk gadai syariah Bank Rakyat Indonesia Syariah karena dianggap merugikan nasabah.
Butet menjadi nasabah gadai emas BRI Syariah di Yogyakarta pada Agustus 2011. Ia menggadaikan emasnya, dengan modal 10 persen dari keseluruhan harga emas, BRI Syariah memberikan pembiayaan sebesar 90 persen. Butet mencicil sejumlah uang yang dipersyaratkan.
Ketika jatuh tempo pada Desember 2011, nasabah diberikan opsi ketika harga emas turun nasabah diminta menanggung penurunan harga dari harga emas semula. Butet menolak opsi tersebut.
BRI Syariah juga memberikan opsi memperpanjang masa jatuh tempo sebanyak dua kali, namun kerugian penurunan harga tetap harus ditanggung Butet. BRI juga meminta emas yang dimiliki Butet dijual.
“Saya minta skema diperpanjang dalam tiga tahun, karena ketika harga emas naik silahkan dijual, jadi win-win solution,” ujar Butet.
BRI Syariah akhirnya menjual kepemilikan emas Butet dengan alasan hal itu sudah tercantum dalam perjanjian. Karena merasa menjadi korban, ia akan mengajukan class action.
Penyelesaiannya:
Metode berkebun emas ini memang membutuhkan modal untuk membeli logam mulia pertama dan menyiapkan uang tunai untuk menutup selisih kekurangan harga pembelian logam mulia kedua hingga kelima. Sebagai ilustrasi, Anda membeli logam mulia seberat 10 gram yang langsung digadaikan. Jika uang gadai yang diberikan bank syariah sebesar 85%, dana yang diperoleh setara dengan 8.5 gram. Oleh sebab itu, ketika akan membeli logam mulia 10 gram kedua, perlu dana tambahan setara dengan logam mulia seberat 1.5 gram ditambah biaya penyimpanan logam mulia di bank syariah. Demikian seterusnya, hingga mencapai logam mulia yang dikehendaki. Setelah mencapai logam mulia terakhir, misalnya kelima, Anda sebaiknya menjual logam mulia tersebut. Tentunya ketika harga logam mulia sudah meningkat minimal 30%. Mengapa 30% ? kenaikan 30% ini diperlukan agar hasil penjualan dapat menutup biaya biaya gadai empat keeping logam mulia yang ada di bank syariah dan hasil penjulan logam mulia terakhir inilah yang dipergunakan untuk menebus empat keping logam mulia di bank syariah, saat inilah biasa disebut masa panen emas.
Kenaikan harga emas yang konsisten disebabkan oleh dua hal, pertama, konsumsi penduduk Indonesia terhadap logam mulia ada di peringkat 14 dunia (China ada diperingkat ke satu dan India ada di peringkat ke dua). Kedua, Indonesia adalah penghasil emas ketujuh terbesar didunia, jika permintaan emas terus bertambah, maka harga emas akan terus meningkat.
Jalur non-litigasi atau biasa disebut Alternative Dispute Settlement (ADS) menjadi opsi alternatif untuk penyelesaian sengketa yang sedang terjadi dalam masalah Gadai Emas. Oleh para sarjana, metode ini dianggap paling efektif untuk menyelesaikan sengketa bisnis karena biayanya relatif lebih murah daripada menggunakan jalur litigasi. Di Indonesia konsep alternatif penyelesaian sengketa sudah semakin familiar dengan UU No. 30 tahun 1999.
Spesifik untuk masalah perbankan, metode-metode jalan tengah sudah dimulai dengan terbitnya Peraturan BI No. 7/7/PBI/2005. Kemudian berubah dengan No. 8/5/PBI/2006, dan kini telah disempurnakan dengan Peraturan No. 10/1/PBI/2008. Intinya, dibuka kesempatan mediasi antara Bank dengan Nasabah dimana Bank Indonesia memfasilitasi mediasi ini.
Penelitian yang dilakukan oleh seorang dosen fakultas hukum UGM menunjukkan bahwa mediasi perbankan oleh Bank Indonesia cukup efektif. Untuk kurun waktu 2006 saja ada 85% kasus yang berhasil di mediasi dan meningkat pada 2007 menjadi 87% (Herliana, 2010:42). Ini menunjukkan bahwa penyelesaian tidak terus-menerus harus menggunakan litigasi.
Sangat disayangkan apabila polemik gadai emas ini merembet ke ranah hukum dan terpaksa harus diselesaikan di pengadilan. Tidak hanya akan mencoreng konsep syariah sebagai alternatif perekonomian, juga antipati masyarakat akan bertambah terhadap kegiatan perbankan. Tentu pengalaman pahit pada tahun 1998 – tatkala rush terjadi dan menyebabkan collapse industri perbankan tanah air – tidak ingin di ulangi. Caranya hanya satu yakni dengan tetap menjaga kepercayaan nasabah. Untuk itu, mediasi adalah pilihan terbaik.
Namun satu hal, pelaksanaan mediasi harus dilakukan sepenuh hati. Pengalaman dan pengamatan penulis menunjukkan bahwa hampir selalu mediasi gagal justru disebabkan mediator. Parsialitas dan kepongahan ekspertisme mediator menyulitkannya untuk menemukan dan menangkap keinginan para pihak. Mediator sepatutnya mengingat bahwa mediasi ada untuk mempertemukan kepentingan para pihak, bukan justru membenturkan kepentingan-kepentingan tersebut.
Sepatutnya polemik gadai emas syariah ini dipakai sebagai momentum untuk meletakkan pondasi penyelesaian sengketa perekonomian yang bermartabat dan dengan cara-cara kekeluargaan. Ini akan membawa pemahaman baru bahwa cap “syariah” tidak hanya untuk mencari nasabah. Lebih dalam lagi, konsep ke-syariah-an dibuktikan dengan adanya keinginan dan itikad baik mencari pemecahan yang win-win solution. Apabila mediasi berhasil, polemik hari ini akan menjadi preseden di tanah air bahwa mediasi telah menjadi kultur berbisnis dan menunjukkan bahwa produk-produk perbankan tanah air bukanlah produk bodong.
Metode Berkebun Emas merupakan sistem pengembangan investasi yang terus berevolusi. Saat ini, banyak masyarakat Indonesia yang membeli Logam Mulia untuk kemudian disimpan hingga harga jualnya meningkat. Pada saat membutuhkan uang dadakan masyarakat juga terkadang menggadaikan logam mulia yang dimilikinya. Kini logam mulia yang digadaikan dapat “dikembangbiakan” agar menghasilkan logam-logam mulia baru dengan dua pertiga modal ditanggung oleh lembaga keuangan penyedia jasa gadai, seperti bank syariah.
Kita harus memilih lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan penitipan yang paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga gadai yang memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan kembali untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang dibutuhkan tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang skema pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan biaya asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk dalam biaya administrasi.
Kesimpulan
Kita harus bisa memilih lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan penitipan yang paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga gadai yang memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan kembali untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang dibutuhkan tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang skema pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan biaya asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk dalam biaya administrasi.
Saran
Saran saya seharusnya pihak perbankan memperbaiki sistem syariah yg biasanya terjadi pada penanganan gadai emas. Selain itu pihak bank juga harus menjelaskan secara detail mengenai sistem gadainya dari awal sebelum nasabahnya memutuskan untuk menggadaikan emas miliknya kepada bank tersebut atau tidak dan bagi nasabah yang ingin menggadaikan emasnya juga harus bertanya kalau masih belum mengerti mengenai sistem gadainya yang sudah dijelaskan.
Kita harus memilih lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan penitipan yang paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga gadai yang memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan kembali untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang dibutuhkan tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang skema pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan biaya asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk dalam biaya administrasi.
Masalah yang sering timbul adalah jika harga emas menurun, nasabah harus menanggung resiko untuk menjual emasnya yg harganya turun agar menutupi bunga yg di dapat dari nasabah yg tidak sama dengan harga emas yang sedang turun. Seharusnya pihak bank jangan terlalu khawatir mengenai harga emas yang turun dikarenakan grafik atau pertumbuhan suatu harga tidak selamanya naik keatas ada masanya dia akan turun kemudian naik lagi itu tergantung dari permintaan dan penawaran selain itu juga dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi yang sedang baik atau kurang baik. masalah ini sering terjadi karena cara kerja perbankan Syariah masih belum cukup membuat nasabah senang jika kerugian masih dianggap besar.
Sumber: